Musim hujan memang waktu yang kurang tepat untuk berpergian. Tapi tawaran yang datang kali ini menjadikannya pengecualian. "Mi, deal. Besok ke Semarang," kata teman hidup saya kala sore itu. Siapa yang tidak terkejut dengan sebuah ajakan mendadak? Syukurlah agenda saya untuk seminggu kedepan tidak termasuk kategori urgent, sehingga bisa dipantau dari jarak jauh. "Kita langsung riset dan survei lokasi. Tolong ya ummi carikan penginapan," ucap beliau sembari membuyarkan pikiran saya yang tengah memeriksa ulang to do list agenda kerja di ponsel. Khawatir ada yang terlewat.

Bukan hal sulit untuk memesan segala hal darurat dizaman modern saat ini. Tidak dalam waktu lama, saya sudah berhasil mendapat hotel dengan diskon plus plus. Ternyata efek pandemi belum berakhir dan rupanya strategi pemasaran ini masih menjadi ujung tombak untuk menarik pengunjung. Selain potongan harga yang menggiurkan, fasilitas protokol kesehatan covid-19 juga menjadi syarat bagi saya dalam menentukan pilihan.

Pagi ini mendung menyelimuti langit kota Malang. Nampaknya perjalanan kami ke Semarang akan ditemani hujan. Benar saja, baru sampai kota Surabaya, warna langit yang kelabu semakin pekat.  Dan ketika memasuki Solo, hujan mulai turun perlahan. Pupus sudah harapan untuk melihat beberapa rest area disepanjang tol menuju Semarang yang terkenal, salah satunya Rest Area Pendopo KM 456. Akhirnya saya memilih untuk menikmati perjalanan didalam dunia mimpi alias tidur hehe. Kasihan juga paksu harus menyetir sendirian, tapi rasa kantuk ini tidak tertahankan.

"Nah, besok kita akan jalan kaki muter-muter di sini. Semoga cerah, lalu (...)" Saya hanya mengangguk tanpa mendengar jelas ucapan paksu selanjutnya. Sepasang mata ini asyik menjelajah ke setiap sudut bangunan tua yang kami lewati. Bangun tidur langsung disuguhi sesuatu yang baru, tentu saja otak ini masih berusaha mencerna kondisi sekitar. Hingga akhirnya saya tersadar dan bergumam, "Oh, ini yang namanya Kota Lama. MasyaAllah!"


 Baca juga : 


Berlayar Tanpa Peta di Kota Lama Semarang

Sekitar pukul 9.30 WIB, kami berangkat dengan bekal sebuah payung dan dua botol air minum. Sungguh diluar dugaan, Semarang ternyata sepanas Surabaya. Meskipun sudah terbiasa dengan pergantian cuaca dari dinginnya Malang ke panasnya Surabaya, tetap saja hari ini panas terasa lebih menyengat. Saat diajak paksu untuk berkeliling, saya sama sekali buta arah dan informasi mengenai Kota Lama Semarang. Jadi saya putuskan untuk memotret setiap bangunan dan momen yang saya anggap menarik. Tidak ada salahnya berlayar tanpa peta untuk menikmati perjalanan kali ini.

Tepat pukul 10.00 WIB, langkah kami bermula dari gedung yang bertuliskan Spiegel. Nampaknya ini adalah sebuah bar dan bistro yang sekaligus menjual gelato. Disebelahnya ada jalanan tempat kendaraan roda empat dan dua berlalu lalang. Saya tidak tau, sebenarnya itu jalan tembus atau akses jalan menuju Kota Lama atau justru salah satu jalan utama di Semarang. Sepintas pengamatan saya, jalanan yang sempit itu cukup ramai.


Gedung Spiegel mudah sekali terlihat karena tata letaknya yang strategis.


Saat memutar badan, saya melihat sebuah bangunan yang warnanya cantik dan posisi bangunannya serupa dengan Spiegel. Yap, menghadap miring ke jalan. Dari kesamaan tadi saya berasumsi jika bangunan yang bertuliskan Marba pada dinding bagian luar ini memiliki peran penting di Kota Lama Semarang. Atau memang ini salah satu ciri khas bangunan di Kota Lama?


Gedung Marba dengan warna dinding yang cantik.


Ingin rasanya 
berhenti lebih lama untuk browsing dan memastikan, namun keinginan itu saya buang jauh. Karena langkah kaki ini harus seirama dengan paksu yang berada dibarisan depan. "Baiklah, mari kita mulai berkeliling. HP? Sepatu? Tas? Aman!" teriak saya dalam hati penuh semangat.


Tampak bangunan Gereja Blenduk dari samping.


Bangunan Klasik Multifungsi

Baru beberapa langkah berjalan, saya sudah goyah dan tertarik ingin memasuki salah satu bangunan di Kota Lama. Namanya Galeri UMKM. Tapi paksu kembali mengingatkan, jika semakin siang akan semakin panas. Lebih baik kami segera menyelesaikan misi berkeliling. Barulah mengunjungi beberapa bangunan yang menarik. Kalau boleh jujur, rasa setuju saya kala itu hanya 40%.


Galeri UMKM bersebelahan dengan hotel kapsul anak backpacker yang kekinian.

Tetapi setelah beberapa menit berjalan. Kini saya setuju 100%. Terlebih ketika melihat rute yang akan kami kelilingi cukup panjang, ditambah cuaca yang semakin terasa panas. Hembusan angin pun seolah enggan hadir untuk berbagi sedikit kesejukan.


Area Kota Lama memang cukup luas, tidak heran ada Gojek sebagai solusi bagi mereka yang lelah berkeliling.

Sepanjang perjalanan, saya tersadar tidak hanya bangunan klasik yang ada di sini. Namun juga pembangunan beberapa gedung baru yang menggenapinya. Salah satunya cikal bakal Museum Kota Lama ini. 


Pembangunan Museum Kota Lama yang mulai terlihat fasad bangunannya.


Hal kedua yang saya sadari, nampaknya kebanyakan bangunan di sini berfungsi sebagai toko, kantor, pabrik, cafe, dan rumah makan. Tidak bisa saya bayangkan berapa harga sewa dan juga biaya perawatan untuk sebuah gedung. Awalnya saya berpikir seluruh wilayah ini adalah hak milik pemerintah. Sampai kami melintasi beberapa bangunan dengan spanduk "DIJUAL" hmm bertambah bingung lah saya. 


Salah satu sudut bangunan yang dijadikan sebagai tempat makan.


Hero Coffee menjadi salah satu tempat ngopi andalan selain Filosofi Kopi di Kota Lama.



Pabrik Rokok Praoe Lajar yang sudah berdiri sejak 1956.



Nampak pintu samping salah satu bangunan yang dimanfaatkan sebagai kantor Bank Mandiri.



Salah satu dari beberapa bangunan yang bertuliskan spanduk dijual.


Sisi lain dari salah satu sudut di Kota Lama yang masih bertahan ditengah bangunan yang berubah menjadi cafe dan rumah makan.



Deretan pertokoan yang ramai aktivitas perdagangan mengingatkan sejarah Semarang sebagai salah satu pusat perdagangan dimasa lampau.


Tempat wisatawan biasanya berswafoto. 


Rekreasi Seni di Kota Lama

Tidak terasa satu jam berlalu. Kami telah selesai mengelilingi Kota Lama. Kini saatnya saya menagih janji paksu untuk memasuki setiap bangunan yang menarik hati ini. Salah satunya Semarang Contemporary Art Gallery yang kami temukan di garis akhir perjalanan dan Galeri UMKM, yang sudah saya lirik dari awal perjalanan.



Semarang Contemporary Art Gallery tampak dari depan.


Dengan membayar tiket Rp10.000,- perorang, kami sudah bisa menikmati galeri seni tersebut. Saat memasukinya, kami disuguhi sebuah papan besar bertuliskan "Sejarah Bangunan Ini" sebagai pengingat bahwa kami tidak boleh melupakan riwayat yang membuatnya tampak eye cathcing seperti sekarang.



Sejarah Semarang Contemporary Art Gallery tertulis di sini.

Bukan hal yang mudah bagi saya untuk menafsirkan setiap karya seni yang terlihat didepan mata. Bisa saja imajinasi yang sedang saya olah ini berbeda dengan pesan yang ingin disampaikan oleh penciptanya. Tapi tidaklah mengapa, saya sangat menikmati tantangan yang seru ini. Belajar merangkai cerita melalui sebuah lukisan dengan imajinasi merupakan hal yang tidak butuh penghakiman salah benar. Seni memang harus dinikmati dan apresiasi.


Interior bangunan yang minimalis membuat karya seni yang dipajang terasa lebih menonjol.


Ketika langkah kaki paksu segera beranjak ke arah kendaraan kami diparkir, saya menarik lengan beliau dan berseru, "Jangan lupa, Galeri UMKM!" Hampir saja ada yang terlewat. Meski saya sedikit yakin kalau produk di dalamnya kurang lebih adalah beberapa aksesoris yang terbuat dari kain batik sebagai ciri khas galeri UMKM pada umumnya, tapi siapa tau ada sesuatu yang baru kan


Tampilan dalam Galeri UMKM dihiasi dengan berbagai produk handmade.

Ternyata benar dugaan saya, mayoritas produk yang ada merupakan handmade bernuansa batik. Sebagian lagi ada yang terbuat dari kulit dan katun jepang berbordir. Hal yang menarik karena saya masih bisa menjumpai produk berbordir diluar tempat tinggal saya, kota Malang. Meskipun sudah terbiasa melihat produk berbodir setiap harinya di rumah sendiri, nyatanya saya tetap ingin membeli salah satu produk tersebut sebagai buah tangan.


Little Netherland Menjadi World Heritage UNESCO

Sepanjang perjalanan pulang menuju penginapan, saya masih diselimuti rasa penasaran dengan sejarah Kota Lama yang kami jelajahi tadi. Segudang tanda tanya datang bertubi-tubi dan membuat saya merasa tidak nyaman. Akhirnya, saya browsing untuk mencari tau apa yang membuat salah satu objek wisata andalan di Semarang ini diminati masyarakat. Dari beberapa informasi tersebut, saya baru mengetahui jikalau Kota Lama dijuluki "The Little Netherland" dan menyimpan sejarah yang tidak lekang oleh waktu. Memang benar, perjalanan mengelilingi Kota Lama membuat saya tersadar betapa megahnya arsitektur di Kota Lama.


"Semarang memiliki kawasan permukiman bersejarah yang lengkap dan unik, seperti Kauman, Kampung Melayu, Pecinan, dan Little Netherland. Sayangnya, kawasan-kawasan tersebut terancam dari berbagai penjuru sehingga perlu usaha ekstracerdas untuk melestarikannya." Catatan Kota Semarang


Tidak berhenti disitu. Keberagaman budaya yang dimiliki Kota Lama juga memberi isyarat bahwa Semarang menyimpan kekayaan budaya yang bukan rekayasa belaka. Kisahnya sudah mengembara dari masa ke masa. Tidak heran jika pemerintah daerah dan pusat berharap UNESCO melirik Kota Lama. Sehingga dalam dua tahun ini, Semarang terus berbenah untuk mengejar status sebagai "World Heritage" atau kota warisan.


Jatuh Hati dengan Kota Lama

"Upaya memperjuangkan Kota Lama Semarang menjadi World Heritage UNESCO patut didukung. Akan tetapi kelangsungan masyarakat dan bangunan tua sebagai satu ekosistem dan keunikan Semarang sebagai kota yang harmonis adalah nyawa yang harus dipertahankan sebagai sumbangan Semarang dan Indonesia bagi peradaban urban umat manusia!" Kota Lama Semarang, Miniatur Belanda di Tanah Jawa


Sebagai salah satu wisatawan lokal, saya merasakan getaran yang tidak biasa sejak pertama kali melihat Kota Lama. Mungkin ini yang namanya jatuh hati. Rasanya saya ingin menetap lebih lama dan menyaksikan setiap proses demi proses Kota Lama menjadi World Heritage. Saya sependapat... Arsitektur bangunan yang memiliki nilai, kemajemukan masyarakat yang berada disekitarnya, serta sejarah yang membentuknya merupakan paket komplit yang kelestariannya harus dijaga agar semakin banyak masyarakat yang jatuh hati juga nantinya dengan Kota Lama. Dan jika ada kesempatan, tentu saya berharap agar segera menyapa Kota Lama lagi dan lagi.